Hadis Nabi

  • Ulama Pewaris Nabi

    Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم bersabda

  • إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

    “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albani)

    Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم bersabda

  • إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

    “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Pesan Umar Abdul Aziz

"Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka." (Umar bin Abdul Aziz)

Biografi Abu Hurairah

20:15

Beliau adalah Abdurrahman bin Shakhr, keturunan Tsa’labah bin Salim bin Fahm bin Ghunm bin Daus Al-Yamani. Berasal dari kabilah Daus, sebuah kabilah yang dinisbahkan kepada Daus bin ‘Adnan bin Abdullah bin Zahran bin Ka’ab bin Harits bin Ka’ab bin Abdullah bin Malik bin Nashr yaitu Sanu’ah bin Azad. Azad termasuk kabilah arab terbesar dan terkenal. Nisbah kepada Azad bin Ghauts bin Nabt bin Malik bin Kahlan dari keturunan Arab Qahthaniyah.


Keislamannya
Yang masyhur bahwa Abu Hurairah masuk islam pada tahun ketujuh hijriyyah, bertepatan dengan penaklukan Khaibar, ketika itu umurnya sudah mencapai 30 tahun. Kemudian ia datang ke Madinah bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Sekembalinya dari Khaibar iapun tinggal di Shuffah dan bermulazamah kepada Rasulullah dengan penuh kesungguhan. Ia terus mengikuti kemana Rasulullah pergi. Terkadang Abu Hurairah juga makan di rumah Rasul, hal itu berlanjut sampai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam meninggal.

Kualiti Hafalannya
Karena demikian semangatnya Abu Hurairah menuntut ilmu menyebabkan ia lupa sebagian hadits yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena memang ketika itu Abu Hurairah tidak memiliki hafalan yang kuat, lalu ia pun mengadukan perkaranya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkannya, “Buka selendangmu dan betangkanlah.’ Kemudian beliau berkata: ‘dekaplah selendangmu itu.’ iapun mendekapnya. Sejak saat itu, Abu Hurairah sama sekali tidak pernah lupa setiap hadits yang disampaikan oleh Rasul Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Kisah ini banyak terdapat dalam kitab-kitab hadits Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seperti Al Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa’i. Abu Ya’la, Abu Nu’aim, dan yang lainnya.

Kualiti Keilmuannya
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Abu Hurairah adalah bejana (gudang) ilmu.”
Seseorang datang kepada Ibnu ‘Abbas untuk menanyakan suatu permasalahan. Maka Ibnu ‘Abbas mengarahkannya kepada Abu Hurairah, katanya “Wahai Abu Hurairah, berilah ia fatwa…”
Imam Adz-Dzahabi ketika memaparkan biografi Abu Hurairah menjelaskan, “Panutan, Faqih, Mujtahid, Hafizh, shahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu Ad-Dausi Al-Yamani, Pemimpin para Huffazh (penghafal hadits) yang kokoh.”
Beliau juga berkata, “Abu Hurairah sangat kokoh hafalannya, kami tidak mengetahui beliau pernah salah dalam satu haditspun.”
Abu Shalih Dzakwan, berkata, “Abu Hurairah adalah shahabat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang paling hafal.” Dalam riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyas, Abu Shalih berkata, “Bukan yang paling afdhal tapi yang paling hafal.”

Keistimewaannya
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu memiliki banyak keistimewaan yang sebagiannya tidak dimiliki oleh shahabat lainnya. Diantaranya adalah,
• Meraih kemuliaan dakwah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
• Meraih keutamaan hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, karena ia telah melakukan hijrah sebelum Fath.
• Meraih do’a Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
• Meraih keutamaan jihad fii sabilillah di bawah kepemimpinan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam,
• Meraih keutamaan menghafal hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan menyampaikannya kepada umat.
• Meraih penghargaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang ikhlas dalam beribadah, sebagaimana dalam firman-Nya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud hanya mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak dari bekas sujud pada muka mereka.
• Meraih penghargaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang namanya telah disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil, Allah berfirman, “Demikianlah sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Taurat. Dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath:29)
• Meraih kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang yang diterima taubatnya, “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang selalu mengikutinya dalam masa kesulitan…” (QS. At-Taubah:117)
• Meraih penghargaan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai seorang yang semangat dalam mencari ilmu, beliau menyatakan, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh, aku telah mengira bahwa kamu (wahai Abu Hurairah) adalah orang yang pertama kali dari umatku yang akan bertanya tentang hal itu, karena aku melihat semangatmu menuntut ilmu.” Dalam redaksi lain, “Sungguh, aku telah mengira tidak akan ada yang bertanya kepadaku tentang hadits ini kecuali kamu, karena aku melihat semangatmu mengambil hadits.”
• Meraih penghargaan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai seorang yang memiliki ilmu yang sangat luas. Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Abu Hurairah adalah bejana (gudang) ilmu.”
• Meraih kemuliaan dari Rasul sebagai seorang yang kuat hafalannya. Sebagaimana yang akan kami jelaskan Insya Allah.
• Meraih keutamaan dari Rasul sebagai penduduk Yaman yang beriman, sehingga berhak mendapatkan apa yang pernah Rasul khabarkan, “Keimanan itu Yaman, Fiqih itu Yaman, dan Hikmah juga Yaman.”
• Meraih do’a Nabi sebagai seorang yang dicintai kaum mukminin, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.
• Meraih kemulian menjadi shahabat periwayat hadits terbanyak, sebagaimana yang akan kami jelaskan Insya Allah.

Abu Hurairah Periwayat Hadits Terbanyak
Sa’id bin Abil Hasan memaparkan, “Tidak ada seorangpun dari para shahabat yang paling banyak haditsnya dari Abu Hurairah.”
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu walaupun hanya sebentar hidup bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, tidak seperti shahabat senior lainnya, tidak menghalanginya untuk mendapatkan keistimewaan menjadi shahabat terbanyak yang meriwayatkan hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam .
Abu Hurairah sendiri pernah menjelaskan mengapa ia bisa meraih keisitimewaan tersebut, sebuah keistimewaan yang tidak diraih oleh shahabat senior lainnya. Hal ini beliau sampaikan ketika ada sebagian manusia yang meragukan hadits-hadits beliau,
“Sesungguhnya kalian berkata, “Sungguh banyak Abu Hurairah meriwayatkan hadits dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Kalian juga berkata –wallahul mau’id-, ‘Mengapa para shahabat muhajirin tidak meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam hadits-hadits ini, mengapa para shahabat Anshar tidak meriwayatkan hadits-hadits ini. (ketahuilah) Sesungguhnya para shahabatku dari kalangan muhajirin agak tersibukkan dengan perdagangan mereka di pasar. Dan para shahabatku dari kalangan Anshar agak disibukkan dengan pertanian mereka dan penjagaannya. Adapun aku adalah seorang yang selalu I’tikaf (tinggal di masjid) dan selalu bermajlis dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Aku hadir ketika mereka berhalangan dan aku ingat ketika mereka lupa. Dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam suatu hari pernah berkata, ‘Siapa yang mau membentangkan selendangnya sampai aku selesai menyampaikan haditsku kemudian dia dekap selendangnya pasti dia tidak akan pernah lupa setiap apa yang aku sampaikan selamanya.” Maka akupun membentangkan selendangku kemudian aku mendekapnya. Demi Allah! Sejak itu aku tidak pernah lupa semua yang aku dengar dari beliau. Demi Allah! Seandainya bukan disebabkan satu ayat didalam Al-Qur’an, tentu aku tidak akan menyampaikan hadits kepada kalian.’ Kemudian Abu Hurairah membaca ayat, ‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk….” Beliau membaca ayat selengkapnya.”
Keistimewaan Abu Hurairah ini juga diakui oleh para shahabat lainnya. Tentu hal ini disamping sebagai keutamaan beliau yang luar biasa. Juga sebagai sanggahan atas tuduhan, keraguan dan prasangka seputar permasalahan ini.
Yang lebih mengagumkan adalah, sebagian shahabat juga ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anu hadits-hadits yang tidak pernah mereka dengar. Inilah akhlak para shahabat nabi, tidak lantas ketika mereka belum pernah mendengarnya dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam kemudian menuduh Abu Hurairah berdusta. Radhiallahu ‘anhum ajma’in.
Seseorang pernah mengadu kepada Thalhah bin ‘Ubaidillah, “Wahai Abu Muhammad, tidakkah engkau melihat orang Yaman ini -maksudnya adalah Abu Hurairah-, apakah dia lebih berilmu tentang hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dari kalian? Kami mendengar darinya hadits-hadits yang tidak pernah kami dengar dari kalian. Ataukah dia menyampaikan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sesuatu yang tidak pernah ia dengar (berdusta)?’ Thalhah menjawab, ‘Adapun kalau dia mendengar hadits yang tidak pernah kami dengar, aku tidak meragukannya. Aku akan beritahu sebabnya, sesungguhnya kami adalah para penghuni rumah, penggembala kambing, dan para pekerja. Kami mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam di waktu sore. (adapun Abu Hurairah) adalah seorang yang miskin, sering dijamu oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, tangannya bersama tangan beliau. (atas dasar ini) kami tidak meragukan kalau ia mendengar apa yang tidak kami dengar……”
Dalam redaksi lain, “(Sebenarnya) kami juga mendengar seperti yang ia dengar hanya saja dia ingat dan kami lupa.”
Asy’ats bin Sulaim meriwayatkan dari bapaknya, katanya, “Aku mendengar Abu Ayyub Al-Anshari meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah.’ Maka ada yang bertanya, ‘Engkau adalah shahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengapa meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu? Ia menjawab, ‘Sesungguhnya Abu Hurairah mendengar apa yang tidak kami dengar. Aku meriwayatkan darinya lebih aku sukai dari pada aku harus meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam ¬¬ (hadits yang tidak pernah aku dengar).”
Juga yang menjadikan Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu sebagai shahabat terbanyak periwayat hadits adalah keberaniannya bertanya kepada Rasul dalam permasalahan-permasalahan yang tidak pernah ditanyakan oleh shahabat lainnya. Shahabat Ubay bin Ka’b menjelaskan, “Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu sangat bersemangat bertanya kepada Rasul tentang berbagai permasalahan yang tidak pernah kami tanyakan.”

Demikian banyaknya hadits yang ia teguk dari bejana Nabi belum membuatnya puas, ia kembali mencarinya dari bejana-bejana ilmu yang dimiliki beberapa shahabat senior, seperti Abu Bakar, Umar, Al-Fadhl bin ‘Abbas, ‘Ubay bin Ka’b, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, dan bushra Al-Ghifari Radhiallahu ‘anhum. Ia selalu bertanya kepada mereka tentang hadits-hadits Nabi yang disampaikan pada awal-awal islam, atau kisah-kisah yang terjadi sebelum keislamannya, seperti kisah kematian Abu Thalib dan yang lainnya.
Maka tidaklah berlebihan jika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menjulukinya sebagai bejana ilmu. Dan tidak mengherankan jika sebagian shahabat ikut menciduk ilmu Abu Hurairah dari bejananya yang amat luas, seperti Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Anas bin Malik, Watsilah bin Asqa’, Jabir bin ‘Abdillah, dan Abu Ayyub Al-Anshari Radhiallahu ‘anhum.
Tidak ketinggalan pula para pemuka tabi’in juga ikut mencicipi segarnya ilmu Abu Hurairah. Diantara mereka adalah, Sa’id bin Musayyib, Abdullah bin Tsa’labah, ‘Urwah bin Zubair, Salman Al-Aghar, Syuraih bin Hani’, Khabab, Sulaiman bin Yasar, Abdullah bin Syaqiq, Hafsh bin ‘Ashim, Humaid bin Abdurrahman Al-Himyari, Salim maula Syaddad, Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash, Muhammad bin Sirin, Abdurrahman bin Hurmuz, Samman, ‘Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud, Atho bin Abi Rabah, Atho bin Yasar, Nafi’ bin Jubair bin Mut’im, Abdurrahman bin Mihran, Isa bin Thalhah, Abu Hazim Al-Asyja’i, Hammam bin Munabbih, dan masih banyak lagi.
Imam Al-Bukhari berkata, “Telah meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah sebanyak 800 Ahlul Ilmi atau lebih, beliau adalah periwayat hadits yang paling hafal.”
Imam Syafi’i Rahimahullah berkata, “Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu adalah orang yang paling hafal hadits pada masanya.”
Lihat biografi lengkap beliau di kitab Al-Ishabah fi Ma’rifati Ash-Shahabah karya Al-Hafizh Ibnu Hajar, Tadzkiratul Huffazh karya Adz-Dzahabi, dan Siyar karya Adz-Dzahabi.

You Might Also Like

0 comments

Kalam Murabbi

Ilmu, kemahiran dan segala pemberian yang datang dari ALLAH tidak hadir secara percuma, Ia datang dengan tanggungjawab. Ilmu yang diberikan oleh ALLAH itu menuntut kepada kita untuk diamalkan.

Almarhum Tuan Guru Dato` Bentara Setia Haji Nik Abdul Aziz b Haji Nik Mat

Archives

Ulama Pewaris Nabi

Ulama Pewaris Nabi

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe